Melawan Diabetes Atau Kencing Manis dengan Buah Pare
Melawan Diabetes atau Kencing Manis dengan Buah Pare
| Dua dasawarsa ini pertumbuhan penyakit diabetes atau kencing manis
dunia semakin cepat dan terbesar terjadi di Asia Pasifik (Dr Clive
Cockram, Ketua Asia Pasifik Tipe 2 Diabetes Mellitus Policy Group).
Kenyataan ini memberi dampak besar terhadap konsekuensi sosial ekonomi
regional.
Selama ini lebih dari 90 persen kasus penyakit diabetes atau kencing
manis bukan turunan (diabetes mellitus Tipe 2) terjadi pada kelompok
usia baya dan tua. Namun, sekarang diabetes atau kencing manis juga
banyak menimpa anak, remaja, dan warga kurang mampu. Penyebab utamanya
adalah karena pola hidup dan makan yang kurang sehat dan kurang
berolahraga/gerak. AS, Rusia, Jepang, Pakistan, dan Indonesia, termasuk
negara yang tengah memikul ancaman itu.
penyakit diabetes atau Kencing manis tergolong penyakit menahun.
Tubuh kita membutuhkan insulin yang membantu memasukkan gula ke dalam
sel dalam jumlah yang mencukup, untuk itu diperlukan obat atau insulin
tambahan. Selama insulin tubuh hanya bisa memadai dengan bantuan obat
atau tambahan suntikan insulin sudah tentu akan membawa dampak ekonomi
si pasien, selain efek sampingnya.
Khasiat Buah Pare untuk Mengobati Penyakit Diabetes atau Kencing Manis
Khasiat buah pare (momordica charantia) sebagai obat di Cina sudah
dicatat Li sejak tahun 1578. Awalnya sebagai tonikum, obat cacing, obat
batuk, antimalaria, seriawan, penyembuh luka, dan penambah nafsu makan.
Ratusan riset di banyak negara yang berkembang kemudian menyingkap buah
pahit ini berefek menurunkan kadar gula darah (hypopglycemic effect)
pada kelinci sehat maupun yang sudah dibuat berpenyakit gula.
Riset serupa di Jerman, Inggris, India, Jepang, Thailand, dan
Malaysia mempertegas zat berkhasiat pare sebagai antidiabetes. Buah pare
yang belum masak mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol
(antioxidant kuat), serta glikosida cucurbitacin, momordicin, dan
charantin.
Untuk menemukan kandungan zat berkhasiat lain dalam buah pare,
analisis phytopharmaca buah pare sudah banyak dikerjakan. Sejak lama
pare digunakan juga sebagai anti-kanker, anti-infeksi, dan dalam
tahun-tahun belakangan terungkap pula kalau pare berkhasiat sebagai
anti-AIDS (Riset Zhang 1992; Eric von Wettberg, 1998; TB Ng 1995; dan
Sylvia Lee-Huang 1995). Efek buah pare sebagai anti-virus HIV terletak
pada kandungan protein momorcharin alfa dan beta, atau pada protein
MAP30 (Momordica Antiviral Protein 30).
Efek pare dalam menurunkan gula darah pada hewan percobaan bekerja
dengan mencegah usus menyerap gula yang dimakan. Selain itu diduga pare
memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat antidiabetes paling
tua dan banyak dipakai). Obat jenis ini menstimulasi sel beta kelenjar
pancreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak, selain meningkatkan
deposit cadangan gula glycogen di hati. Efek pare dalam menurunkan gula
darah pada kelinci diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin.
Dari begitu banyak riset
pare sebagai penurun gula darah,
ada benang merah bahwa dalam menurunkan gula darah, pare memiliki lebih
dari satu mekanisme. Lebih dari itu, penelitian pare di Jerman berhasil
menemukan dosis efektif penurun gula darah pare pada kelinci sehat
sebesar 0,5 gram/ kg berat badan, dan 1-1,5 gram/kg berat badan untuk
kelinci yang sengaja dibikin kencing manis.
Apakah dosis terapi pare pada manusia setara dengan dosis terapi pada
kelinci, hingga kini belum seluruhnya jelas. Namun, pemakaian dosis
pare yang berlebihan perlu dipertimbangkan, apalagi jika penggunaannya
digabung dengan obat antidiabetes dari dokter. Penggunaan saripati pare
pada ibu hamil, anak-anak, dan orang-orang yang kadar gula darahnya
cenderung rendah, tidak dianjurkan, sebab bisa membahayakan.
Melihat potensi
buah pare sebagai anti-diabetes,
bagi pasien diabetes pare membuka cakrawala baru. Selain pada kencing
manis turunan, pare terutama bermanfaat bagi pasien diabetes Tipe 2,
jenis diabetes atau kencing manis bukan turunan yang terbanyak mengisi
populasi diabetes dunia. Termasuk bagi warga tak mampu di Indonesia.
Dunia menaruh harapan pada buah pare sebagai anti-diabetes oleh
karena obat kimiawi tidak lebih aman dan lebih murah dibandingkan obat
alami seperti buah pare. Di Amerika dan Eropa, kencing manis menyedot 10
persen anggaran kesehatan nasional.
Sementara itu, dalam pilihan terapi apa pun, kini dunia semakin
condong beralih seberapa bisa mencari khasiat obat yang berasal dari
alam (phytopharmaca). Pertimbangannya, efek samping obat dari alam
umumnya tidak seburuk obat sintetis. Namun, persoalannya tetap saja
bahwa penelitian bahan alam untuk dijadikan obat pun sama petik dan
makan ongkos seperti temuan untuk sebuah obat sintetis.